Rabu, 01 Mei 2019

Mendidik Tenaga Pintar dan Trampil Butuh Dukungan Penuh Industri

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia gelar yang diperoleh masih merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh dalam menentukan strata sosial seseorang. Terlepas dari kualitas dan kompetensi sesungguhnya si penyandang gelar itu, yang penting jika sudah mempunyai embel-embel gelar di belakang atau di depan nama seseorang, kelas sosialnya jadi lebih tinggi.
Gelar Kelulusan
Hal itu pula yang menyebabkan jenis penyelenggaraan pendidikan yang berkembang adalah yang dapat memberikan gelar kepada lulusannya. Jika tidak memiliki gelar, dianggap kurang bergengsi dan tidak diminati. Padahal sesungguhnya dalam banyak kasus di masyarakat gelar yang disandang tidak disertai dengan kompetensi atau keahlian sebagaimana semestinya. Kompetensi merupakan gabungan pengetahuan teoritis dan praktek yang mestinya diperoleh melalui lembaga pendidikan.
Paradigma ini berkembang dari keberpihakan pemerintah terhadap dunia pendidikan sendiri. Pemerintah tampaknya membiarkan dan bahkan ikut para penyelenggara pendidikan untuk mengembangkan pendidikan untuk menuju kemampuan teoritis semata tanpa dibarengi keterampilan dalam menerapkan ilmu atau teori tersebut.
Padahal dunia kerja tidak saja membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan teoritis tetapi juga harus trampil dalam mempraktekkan ilmu yang dimilikinya ( kompetensi) dan siap bekerja.


Karenanya, tidak mengherankan jika saat ini di Indonesia begitu banyak orang-orang terpelajar atau berpendidikan tetapi menganggur alias tidak bekerja. Biasanya alasan dari kondisi ini adalah tidak tersedianya lapangan kerja. Padahal sesungguhnya lapangan kerja masih begitu banyak. Hanya saja kualifikasi yang dibutuhkan dunia kerja itu tidak dapat dipenuhi oleh para penganggur terdidik tadi.
Selain kompetensi yang diabaikan dalam sistem pendidikan kita, kerjasama antara dunia industri yang membutuhkan tenaga kerja dengan lembaga pendidikan yang memasok juga masih jauh dari kurang. Padahal sesungguhnya industri merupakan tempat para terdidik untuk menerapkan teknologi kerbaru yang ada.
Untuk mengantisipasi hal seperti ini, orientasi pendidikan di negara kita memang harus berubah. Lembaga pendidikan seharusnya bisa menyediakan sumber daya manusia yang terdidik secara teori dan trampil dalam penerapannya, serta siap memasuki dunia kerja.
Dari beberapa fakta menunjukkan hasil SDM seperti itu biasanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan kejuruan atau Politeknik. Di lembaga seperti ini warga belajar umumnya mempunyai keseimbangan dalam kemampuan teori dan keterampilan untuk menerapkannya. Sehingga mereka lebih siap untuk bekerja.
Di Indonesia lembaga pendidikan politeknik ini memang kurang berkembang. Di samping orientasi pendidikan nasional yang masih sebatas gelar kesarjanaan, juga keberpihakan pemerintah yang sangat jauh dari memadai.
Beberapa lembaga pendidikan kejuruan seperti politeknik di Indonesia hadir dipelopori pihak lain non pemerintah. Misalnya, Politeknik Manufaktur Bandung yang dulunya dikenal dengan nama Polman Swiss hadir dari dukungan pemerintah Swiss. Demikian jua ATMI Solo yang awalmkehadirannya dipelopori negara lain. Politeknik Astra, hadir dengan dukungan sepenuhnya Yayasan Astra Bina Ilmu, Politeknik Gajah Tunggal berdiri atas dukungan penuh Gajah Tunggal Group.
Dari data, para lulusan lembaga pendidikan Politekni di atas, hampir tidak ada yang menganggur. Sebagian bahkan menjalani ikatan dinas untuk mensuplay kebutuhan sumber daya manusia industri foundersnya.
Melihat gelagat ini semestinya pemerintah lebih terbuka matanya dalam mengarahkan pendidikan nasional kita. Namun kenyataannya hal itu datangnya lama sekali. Pendidikan berbasis kompetensi dan konsep Link and Match dalam bidang pendidikan baru dihembuskan dalam beberapa tahun belakangan ini. Padahal lembaga pendidikan politeknik seperti di atas sudah hadir jauh sebelunya.

Membutuhkan Dana Besar

Ass Dir. for Student Affairs Politeknik Manufaktur ASTRA Kristanto membenarkan, sejauh ini masyarakat memang kurang berminat pada pendidikan tinggi kejuruan seperti politeknik. Salah satu sebabnya adalah karena tidak mempunyai gelar yang diyakini dapat mengangkat status sosial seseprang.
Biaya mahal edukasi
Biaya Mahal Edukasi

Akan tetapi di samping itu, keberpihakan pemerintah terhadap pendidikan seperti ini juga diakui sangat kurang. Hal ini terlihat dari minimnya jumlah lembaga pendidikan politeknik dibandingkan perguruan tinggi universitas atau sejenisnya.
Minimnya jumlah lembaga pendidikan seperti politeknik tersebut menurutnya salah satunya adalah karena besarnya investasi yang dibutuhkan untuk membangun satu lembaga pendidikan politeknik. Lembaga ini akan menempa warga belajar menjadi ahli-ahli yang mampu menerapkan ilmu yang dimilikinya secara langsung di dunia industri.
Untuk itu tentunya lembaga pendidikannya harus dilengkapi dengan seluruh media atau alat praktek yang memadai. Mulai dari mesiin-mesin, workshop, dan laboratorium yang sesuai dengan standar industri. Belum lagi peralatan itu harus selalu di up grade agar tidak tertinggal dengan perkembangan teknologi yang dipakai industri.
Meski demikian Kristanto juga mengakui untuk mendirikan dan menjag keberlangsungan lembaga pendidikan politeknik seperti halnya Polman ASTRA tidak cukup hanya keberpihakan pemerintah semata. Industri yang menjadi tempat diterapkannya teknologi terkini harus memberi dukungan sepenuhnya.
Hubungan antara industri dengan lembaga pendidikan ini harus terjalin dengan baik dalam kerangka menuju tujuan yang sama. Pihak lembaga pendidikan akan menghasilkan lulusan yang dibutuhkan dan sesuai dengan kualifikasi industri. Sementara untuk itu industri harus bersedia dan memberikan kesempatan sebagai theaching facility.
Di Indonesia, kata Kristanto, belum semua industri bersedia menjadi theaching facility dari lembaga pendidikan tersebut. “ Jika tidak ada dukungan dari industri, lembaga pendidikan politeknik ini tidak akan bisa berjalan, kalaupun jalan kualitasnya tidak dapat dijamin mempunyai kompetensi terutama dalam penerapan ilmunya ke dunia industri. Lulusannya tidak akan siap kerja,”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar