Sabtu, 11 Juli 2020

Pengendalian Emosi Kunci Kebahagian Dan Kesuksesan

Seorang sahabat pernah bertanya, apa yang membedakan orang yang bijak dengan orang biasa. Sekilas saya mencoba merenung, mungkin jawabannya adalah pengetahuan, tetapi sahabat itu mengatakan itu benar tapi bukan faktor utama. Lalu saya menjawab lagi, kemampuan untuk memecahkan dan melihat masalah, waktu itu, dan sahabat saya menerangkan kembali, hampir mendekati faktor kunci utama, lalu saya menyerah dan meminta sahabat itu menjelaskan apa perbedaan orang bijak dan orang biasa. Sahabat itu kemudian menerangkan satu jawaban yang tidak terduga dan ternyata sangat mudah. Jawabannya adalah Emosi.

Kenapa Emosi? Ya, orang yang bijaksana adalah orang yang bisa mengontrol emosi dengan tepat. Tidak selalu orang bijaksana memiliki pengetahuan yang lebih, tetapi dengan kemampuan emosi untuk mendengarkan dengan seksama, dia bisa mendapat jawaban dari pertanyaan yang ditanyakan kepadanya, dan sahabat saya pun menambahkan kunci dari kesuksesan atau pun kegagalan adalah emosi. Begitulah pendapat sahabat ketika terjadi diskusi singkat saat istirahat di kantor.

Saya sempat berfikir dan termenung, memikirkan diskusi singkat tersebut. mencoba merenung semua dan terdapat kesimpulan bahwa seluruh aspek dalam hidup ini berhubungan dengan emosi, baik ketika kita lagi senang, sedih, gembira, atau pun marah. Disemua sisi ini emosi manusia sangat menunjang. Sudah otomatis perilaku manusia dihasilkan oleh kekuatan emosional. Seringkali pertentangan antar pribadi dihasilkan karena penonjolan emosi. Pertemuan antar pribadi seringkali disebabkan emosi seperti belaskasih, sayang, perasaan tertarik. Jadi, jika kita bisa menguasai emosi, 50% kesuksesan hidup sudah kita raih, percaya atau tidak coba deh buktikan sendiri.

Mempertimbangkan beberapa hal yang saya tulis pada paragraph di atas tersebut maka sangatlah penting bagi kita untuk merespons emosi secara tepat. Dengan kata lain, cara seseorang mengatasi masalah secara emosional akan dapat memperkaya wawasan kehidupannya, namun dapat juga menyusahkan hidupnya sendiri. Nah, orang yang berhasil atau sukses dapat merespon emosi dengan tepat, dan akan membuahkan sesuatu reaksi yang memang diinginkannya.
Pengendalian Emosi Kunci Kebahagian Dan Kesuksesan
Menelusur wikipedia mencari arti Emosi yaitu adaptasi evolusi, karena meningkatkan kemampuan organisme untuk mengalami dan mengevaluasi lingkungannya dan kemudian menambah kemungkinan hidup dan bereproduksi, dengan mempersiapkan rencana sederhana untuk berbagai tingkah yang diperlukan, seperti mendekati atau menjauhi objek yang (tidak) bisa dicerna, bersaing bersama organisme lain atau lari jika organisme itu terlalu kuat (kemarahan vs. ketakutan), dan membentuk atau kehilangan ikatan kooperatif berdasarkan pada altruisme berbalasan (kebanggaan vs kesedihan) dengan organisme lain.

Kata "emosi" diturunkan dari kata bahasa Prancis, C)motion, dari C)mouvoir, 'kegembiraan' dari bahasa Latin emovere, dari e-(varian eks-) "luar" dan movere "bergerak". "Motivasi" juga diturunkan dari movere.

Apa sih gunanya emosi? Emosi sebenarnya merupakan sinyal komunikasi yang berasal dari pikiran bawah sadar. Setiap emosi mempunyai makna dan tujuan yang sangat spesifik yang sangat bermanfaat bagi diri kita. Namun sayang, tidak banyak orang yang tahu, mau repot-repot untuk mencari tahu, atau benar-benar mengerti makna yang terkandung dalam setiap emosi.
Yang terjadi, saat ini coba deh lihat di jalan raya, di kantor, di keluarga, setiap orang tidak dapat mengkontrol emosinya. Orang yang tidak bisa mengkontrol emosi akan mudah "gelap mata", dan berfikir irasional, karena secara langsung Emosi bisa mempengaruhi logika, bahkan di sebagaian orang, mugkin terutama wanita dalam bertindak mereka lebih mengutamakan emosi.

Jadi, saat kita ingin sukses, kita pasti tidak akan luput dalam berinteraksi dengan sesama orang untuk mencapai tujuan kita. Nah, dalam berinteraksi ini kita harus bisa mengontrol atau menempatkan emosi yang tapat yang dalam berinteraksi, misal ketika kita berbicara dengan orang yang tersenyum, kita harus ikut tersenyum sebagai reaksi yang tepat, dan kita akan mendapat hasil yang baik, kita akan mendapat hasil yang berlawanan ketika seseorang tersenyum dan kita memberi reaksi marah, yang terjadi komunikasi kita dengan orang tersebut akan terjadi salah arah, atau tidak akan terjadi komunikasi yang baik.

Sebenarnya ada banyak kata yang mewakili emosi. Misalnya sedih, stres, putus asa, kecewa, marah, senang, bahagia, frustrasi, gembira, gelisah, depresi, terluka, iri/dengki, kesepian, rasa bosan, takut, jengkel, khawatir, cemas, rasa bersalah, tersinggung, dendam, sakit hati, rasa tidak mampu, benci, perasaan tidak nyaman, bahagia, tersanjung, cinta, dll, dalam berinteraksi kita harus bisa menemukan lawan yang tepat dari emosi lawan bicara kita untuk mendapat komunikasi yang baik.
Dalam agama Islam yang saya anut, kami orang muslim diminta untuk bersabar ("Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhan-nya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya".Dalam hal ini Tuhan kami mengajarkan untuk bisa kami mengontrol emosi kami. Dalam tehnik psikilogi banyak tehnik yang ditawarkan untuk bisa mengontrol emosi ada NLP, SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique), atau EFT (Emotional Freedom Technique) yang dalam mempelajarinya kita memerlukan biaya yang sangat mahal.

Sebenarnya sederhana, dan tidak perlu biaya mahal, kita hanya perlu tenang, berfikiran positif, fokus, selalu mengamalkan ajaran agama. Hal tersebut bisa membuat kita mengontrol Emosi. Jika semua orang bisa mengontrol emosi, hidup ini akan nyaman dan indah, serta tujuan kita akan mudah tercapai, dengan ini saya mengajak teman-teman untuk bisa mengontrol emosi dengan terus berfikir positif, tenang, dan tawakal. Semoga tulisan singkat ini bisa bermanfaat bagi rekan semuanya.

Kita Fatalis Sejati?

Bencana alam bertubi menerpa, wabah penyakit mengincar segenap penjuru, bom bisa meledak dimana-mana, kerusuhan, teror, demo hampir setiap hari, pengungkapan korupsi. Meminjam istilah Pater Dick Hartoko, apakah memang ini tanda-tanda zaman yang harus diurai dengan bijaksana?
Sebagian kita merasa tak bisa berbuat apa-apa karena ini sudah kehendak zaman. Kita tak bisa mengubahnya. Prof Liek Wilardjo walaupun menyebut sebuah judul lagu lama Que Sera Sera yang dibawakan Doris Day dalam tulisannya berjudul "Resolusi" yang pernah dimuat di Kompas, serta menyebut pula Sophocles, toh masih menyisakan harapan dengan kutipan berikutnya. Dikutipnya doa Donald M.MacKay : "Ya Allah, ajarlah kami untuk menerima takdir, tetapi tidak berpuas diri menghadapi hal-hal yang dapat diubah."

Fatalis Sejati
Ya, apakah tak ada yang bisa kita lakukan dengan semangat "bersama kita bisa" untuk memperbaiki semua yang buruk di negeri ini? Apakah kita akan menjadi fatalis sejati sepeti Sophocles yang mengangkat kisah Oedipus. "Oedipus sang Raja" pernah diterjemahkan Rendra dan dipentaskan di Yogyakarta, Agustus 1962. Pementasan yang didukung oleh Sanggar Bambu dengan Soenarto Pr., Syahwil, Mulyadi W, Danarto baik berupa dukungan artistik maupun dukungan pemain seperti Yocasta yang dimainkan oleh Sumartini Pr yang warga Sanggar Bambu benar-benar memukau. Pentas dua malam di Gedung GKBI Yogyakarta itu menampilkan Rendra sebagai Oedipus dan Deddy Sutomo sebagai Creon, adik Yocasta, bukan hanya dibanjiri oleh para seniman dari Yopgyakarta tetapi juga dari Jakarta seperti Trisnoyuwono, Goenawan Mohammad, Arief Budiman (Soe Hok Djin, kakak kandung Soe Hok Gie). Seperempat abad kemudian, pementasan diulangi di Jakarta, kali ini dengan pentas topeng yang digarap oleh Danarto.Mungkin mau mengembalikan semangat pementasan Yunani Kuno saat para pemainnya yang jumlahnya terbatas mengenakan topeng. Persis seperti teater Topeng Pajegan di Bali atau Bondres yang sekarang masih hidup.
Kisah Oedipus sendiri sudah hidup lama di masyarakat Yunani kuno. Homer menyebut Oedipus dalam buku jilid ke sebelas Odyssey. Homer hidup sekitar th 850 SM, sedangkan Sophocles dilahirkan sekitar tahun 496 SM dan meninggal tahun 406 SM.

Fatalisme dalam Odipus jelas digambarkan tentang Laius raja Thebes yang diramalkan, hanya bilamana dia tak berputera kerajaannya akan terhindar dari kehancuran. Dia juga diberitahu bahwa dia akan mati di tangan anaknya dan anak itupun akan menikahi ibunya sendiri. Akibatnya Odipus yang seharusnya disuruh bunuh, hanya dibuang dan dipelihara oleh Polybus dan Merope dan Korintha. Karena sering diejek soal wajahnya yang tak mirip kedua orang tua (asuh) ini, dia bertanya pada Dewa Apollo, di Orakel Delphi, dan dia pun diberi tahu bahwa akan membunuh ayahnya dan mengawini ibunya.

Karena takut, dia melarikan diri ke arah Thebes dan dalam perjalanan bertemu dengan Laius, bertengkar dan membunuhnya. Diapun melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan Sphinx, mahluk berkepala wanita dan bertubuh singa, bersayap bagai burung gagak, dan berekor bagai ular.
Mahluk ini menyebar teror pada warga Thebes karena dosa Laius yang telah menculik anak, dengan memakan semua orang lewat yang tak sanggup menjawab teka-tekinya. Teka-teki Sphinx menjadi sangat terkenal: "mahluk apa yang berjalan dengan empat kaki di pagi hari, dengan dua kaki di siang hari dan dengan tiga kaki di malam hari."? Ketika Oedipus menjawab dengan "manusia", Sphinx pun menghancurkan dirinya. Dan karena Thebes tak punya raja, maka diapun diangkat menjadi raja dan menikah dengan sang ratu Jocasta. Oedipus complex menjadi terkenal gara-gara Freud mempopulerkan teorinya mengenai anak lelaki yang mencintai ibunya.
Tentang jawaban Oedipus terhadap teka-teki Sphinx, kelak Thomas de Quencey seorang eseis Inggris justru mengajukan jawaban yang lebih bagus, yakni satu kata Oedipus!

Kerajaan Thebes dilanda bencana, dan Raja Oedipus mengirim orang untuk mencari orang pandai, yakni Teiresias, sang peramal buta. Dari jawaban peramal ini jelas bahwa pangkal bencana itu adalah Oedipus sendiri. Ketika tahu bahwa Oedipus telah membunuh ayahnya sendiri dan menikahi ibunya bahkan sudah berputera dua orang: Antigone dan Ismene, dia pun membutakan dirinya. Menurut Rendra, aktor Lawrence Oliver mendapatkan anugerah gelar kebangsawanan Sir dari Ratu Elizabeth lantaran teriakannya saat membutakan matanya dalam drama Oedipus Sang Raja.
Apakah kita akan menjadi fatalis sebagaimana Sophocles? Apakah bencana bertubi yang menimpa negeri ini gara-gara kesalahan Sang Raja (atau Mahapatih)? Lalu, apakah Sang Raja (atau Mahapatih) akan membutakan matanya dan negeri ini, sebagaimana Thebes, akan hancur? Tentu kita tak boleh hancur, sebab negeri ini bukan sebuah kerajaan besar, walau Mahapatih Gajah Mada sudah berhasil dengan Hamukti Palapa mempersatukan Nusantara.

Sebagai sebuah republik, kita kan diperintah oleh "hikmah kebijaksaan rakyat." Presiden, Wakil Presiden, Para Menteri, Anggota DPR dan MPR, semuanyanya bertugas mengemban tugas mulai yang digariskan dalam Pancasila yang dianggap sakti itu. Kita layak mengikuti doa Donald M.McKay di atas, dan tak perlu menjadi fatalis sejati. Walau kita percaya pada takdir, tugas manusia adalah berusaha. Bukan sekedar berusaha memperkaya diri sendiri, kan? Ingat tetangga kita yang tak makan.